Jambi, 12 Januari 2025
Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Jambi menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap peran dan keberadaan Perkumpulan Pengusaha Tambang Batubara (PPTB) di Provinsi Jambi. Dalam pandangan AWaSI, PPTB terkesan hanya menjadi corong kepentingan pengusaha tambang tanpa memperhatikan dampak buruk yang ditanggung masyarakat akibat aktivitas angkutan batubara via jalan darat.
Ketua AWaSI Jambi, Erfan Indriyawan, SP, dalam keterangannya menyatakan, “Kami melihat PPTB lebih fokus meminta kemudahan dan kebijakan yang menguntungkan mereka, tanpa menunjukkan tanggung jawab yang memadai terhadap semua permasalahan yang timbul akibat aktivitas mereka. Pertanyaan besar kami adalah: apakah PPTB ini memiliki legitimasi hukum yang jelas sehingga bisa berbicara seolah-olah mereka berhak meminta apa saja dari pemerintah?”
Eksternalitas Negatif yang Ditanggung Masyarakat
AWaSI menyoroti sejumlah eksternalitas negatif yang telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat Jambi, termasuk:
- Kerusakan Infrastruktur Jalan:
Truk-truk pengangkut batubara dengan muatan berlebih telah menyebabkan kerusakan parah pada jalan umum di Jambi, sehingga masyarakat harus menghadapi jalan yang rusak, bahkan membahayakan nyawa mereka. - Kemacetan Parah:
Setiap hari, ribuan truk batubara menciptakan kemacetan panjang yang menghambat mobilitas warga. Waktu produktif hilang, akses ke fasilitas publik terhambat, dan perekonomian lokal terganggu. - Polusi Udara dan Kesehatan:
Debu batubara yang dihasilkan dari aktivitas angkutan telah memperburuk kualitas udara, meningkatkan risiko penyakit pernapasan di kalangan warga yang tinggal di sepanjang jalur angkutan. - Kecelakaan Lalu Lintas:
Angkutan batubara juga memicu lonjakan kecelakaan lalu lintas yang sering kali merenggut nyawa. Hingga kini, tidak ada kompensasi nyata yang diberikan kepada korban oleh pengusaha tambang atau PPTB.
PPTB: Keberadaan yang Dipertanyakan
AWaSI mempertanyakan legalitas dan transparansi organisasi PPTB yang mengaku sebagai perwakilan pengusaha tambang di Jambi. “Apakah PPTB ini berbadan hukum? Apakah mereka memiliki struktur organisasi yang jelas? Atau hanya sekadar perkumpulan informal yang bekerja untuk melindungi kepentingan segelintir orang?” tegas Erfan.
Keberadaan PPTB dianggap tidak memberikan solusi terhadap kerusakan yang mereka sebabkan. Justru sebaliknya, mereka terus meminta pemerintah untuk membuka kembali jalur darat tanpa memperhitungkan dampak buruk yang harus ditanggung masyarakat.
AWaSI juga mempertanyakan mengapa PPTB tidak mendorong anggota mereka untuk berinvestasi dalam jalur khusus angkutan batubara. Sebagai organisasi yang mewakili pengusaha besar, kontribusi mereka untuk mengurangi eksternalitas negatif seharusnya jauh lebih signifikan.
Tuntutan AWaSI
AWaSI Jambi menuntut pemerintah untuk:
- Melakukan Audit Legalitas PPTB:
Legalitas organisasi ini harus diperiksa. Jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas, maka pemerintah harus menghentikan semua bentuk negosiasi atau dialog dengan PPTB. - Menuntut Akuntabilitas:
PPTB harus bertanggung jawab atas eksternal cost yang ditanggung masyarakat, termasuk kerusakan jalan, biaya kesehatan, dan dampak sosial lainnya. - Menghentikan Angkutan Batubara via Jalan Darat:
Jalur darat harus segera ditutup sepenuhnya dan dialihkan ke jalur khusus atau jalur sungai untuk mengurangi dampak buruk pada masyarakat.
Kesimpulan: PPTB, Wadah Kepentingan atau Penyebab Masalah?
AWaSI Jambi menyerukan kepada masyarakat untuk tidak diam atas dampak buruk yang dihasilkan oleh aktivitas angkutan batubara. Keberadaan PPTB yang hanya menjadi alat lobi pengusaha tambang tanpa kontribusi nyata kepada masyarakat harus dievaluasi dengan tegas.
“Jangan biarkan organisasi seperti PPTB terus-menerus meminta kebijakan yang merugikan masyarakat banyak. Jika mereka tidak bisa bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan, keberadaan mereka di Jambi harus dipertanyakan,” tutup Erfan.
AWaSI Jambi – Untuk Jurnalisme yang Berkeadilan