SabakEkspres.com(Muaro Jambi) – Sorotan tajam kini tertuju pada SPBU Sebapo di Jalan Lintas Jambi-Palembang KM 22, Kabupaten Muaro Jambi, setelah adanya laporan dari Ketua PAC LSM BIDIK Indonesia, Rahmad. Pihak SPBU Sebapo diduga melakukan praktik pungutan liar (pungli) terhadap pengemudi truk yang istirahat semalam di sana. Melalui security mereka, biaya parkir sebesar Rp 25.000 untuk truk kecil dan Rp 40.000 untuk truk besar dipungut tanpa kejelasan mengenai dasar hukum atau izin yang sah. Jumat, 06.09.2024.
Rahmad mengungkapkan kegeramannya atas kebijakan yang dinilai semena-mena tersebut. “Fasilitas istirahat dan toilet merupakan bagian dari layanan standar yang harus disediakan secara gratis oleh SPBU. Jika memang parkir di sana dikenakan biaya, kita menuntut kejelasan dari pemerintah daerah Muaro Jambi, terutama Dinas Perhubungan, apakah ada izin resmi terkait perparkiran di SPBU Sebapo ini? Jika tidak ada, maka ini jelas tindakan pungli dan harus ada sanksi tegas,” ujar Rahmad.
SPBU Sebapo Dituntut Transparansi: Kemana Uang Parkir Mengalir?
LSM BIDIK Indonesia meminta klarifikasi kepada Pemda Muaro Jambi mengenai setoran ke kas daerah, apabila memang biaya parkir tersebut telah diatur dan mendapat izin. Namun, jika ditemukan bahwa parkir tersebut tidak berizin, maka Rahmad menegaskan bahwa SPBU Sebapo telah melakukan pelanggaran serius terhadap aturan perparkiran yang berlaku di Indonesia. “Ini bukan sekadar masalah parkir, ini adalah bentuk ketidakadilan bagi para sopir truk yang sudah lelah menempuh perjalanan panjang, tetapi justru dijadikan objek pungli,” tambahnya.
Lebih lanjut, LSM BIDIK juga mendesak agar Dinas Perhubungan segera turun tangan dan melakukan investigasi menyeluruh terkait izin perparkiran di SPBU tersebut. “Jika tidak ada izin, kita minta segera diberlakukan sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku,” tegas Rahmad.
Pungli di SPBU: Fenomena yang Mengkhawatirkan
Kejadian ini bukan hanya masalah lokal, tetapi mencerminkan fenomena yang lebih luas, di mana layanan publik yang seharusnya gratis mulai dimonetisasi tanpa dasar yang jelas. LSM BIDIK Indonesia berharap kasus ini bisa menjadi contoh nyata bagaimana praktik semacam ini harus diusut tuntas.
“Jika tidak ada tindakan dari pihak berwenang, kami tidak segan-segan untuk melaporkan kasus ini lebih jauh ke instansi terkait, termasuk pihak hukum. Masyarakat harus tahu bahwa pungli adalah tindak pidana, dan mereka yang melakukan harus bertanggung jawab,” tutup Rahmad.
Pemda Muaro Jambi: Di Mana Tanggung Jawabnya?
Dengan kasus ini, sorotan tajam kini mengarah pada Pemda Muaro Jambi. Apakah mereka akan mengambil langkah tegas atau justru membiarkan praktik pungli ini terus terjadi di bawah pengawasan mereka? Transparansi dan keadilan adalah hal yang dituntut publik, dan pemda harus merespon dengan serius.
Kasus ini akan terus dipantau oleh LSM BIDIK dan masyarakat Jambi yang berharap ada tindakan nyata untuk menghentikan praktik-praktik curang yang merugikan masyarakat kecil. (Kang.Maman)